KPK Tetapkan Lima Tersangka dalam Kasus Korupsi Pengadaan EDC Rp 2,1 Triliun: Begini Kronologinya
![]() |
KPK Republik Indonesia |
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) senilai Rp 2,1 triliun di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun anggaran 2020–2024.
Pengadaan ini dilakukan melalui dua skema, yakni pembelian langsung dan sewa menyewa EDC dalam jumlah besar.
Kelima tersangka tersebut berasal dari unsur internal BRI dan pihak swasta, yaitu:
- CBH – Mantan Wakil Direktur Utama BRI
- IU – Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI
- DS – SEVP Aktiva dan Pengadaan BRI
- EEL – Pihak swasta dari PT PCS
- RSK – Pihak swasta dari PT BIT
Kronologi Kasus: Pengadaan Sarat Permainan
Kasus ini bermula dari proses pengadaan unit EDC di BRI untuk mendukung aktivitas transaksi nasabah. Pada kurun waktu 2020–2022, proyek ini terbagi dalam dua bagian:
- Pembelian 346.838 unit EDC senilai Rp 942,8 miliar.
- Penyewaan 200.067 unit EDC selama lima tahun senilai Rp 1,215 triliun.
Dalam proses pengadaan, KPK menemukan indikasi bahwa pihak internal BRI telah bertemu terlebih dahulu dengan vendor tertentu sebelum lelang dimulai. Pertemuan ini mengatur mekanisme tender, termasuk merekayasa persyaratan teknis, pengujian produk (UAT), dan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang berdasarkan referensi dari vendor, bukan dari prinsipal.
Selain itu, terdapat pengondisian agar vendor tertentu menang tender, serta upaya menghalangi masuknya kompetitor lain secara adil. Akibat praktik ini, harga sewa EDC yang dibayarkan bank disebut jauh lebih mahal dari harga pasaran dan menyebabkan kerugian keuangan negara yang sangat signifikan.
Aliran Suap dan Barang Mewah
Dalam hasil penyidikan, KPK mengungkap bahwa CBH sebagai pejabat tinggi BRI diduga menerima sejumlah gratifikasi, termasuk:
- Uang sebesar Rp 525 juta
- Seekor kuda
- Satu unit sepeda mewah merk Cannondale senilai Rp 60 juta
Sedangkan RSK, pihak dari PT BIT, diketahui menerima aliran dana sekitar Rp 19,72 miliar dari hasil pengadaan tersebut. Jumlah total kerugian negara berdasarkan hitungan awal KPK diperkirakan mencapai Rp 744,5 miliar.
Penyitaan dan Pencegahan
Untuk mendalami kasus ini, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk:
- Kantor pusat BRI di Jakarta
- Kantor vendor yang terlibat
- Rumah pribadi para tersangka
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen penting, barang bukti elektronik, serta uang tunai senilai Rp 5,3 miliar dan deposito mencapai Rp 28 miliar.
Sebagai langkah pencegahan, KPK juga telah mencegah 13 orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan agar proses hukum tidak terganggu.
KPK: Penegakan Hukum Jalan Terus
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa kasus ini adalah bukti nyata bahwa korupsi tak hanya terjadi di institusi pemerintah, tapi juga di sektor perbankan BUMN.
KPK berkomitmen mengusut tuntas dan tak ragu menjerat semua pihak yang terlibat, baik dari internal BRI maupun pihak swasta.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa praktik pengadaan yang tidak transparan dan kolusi antara vendor dan pejabat bisa merugikan negara dalam jumlah luar biasa besar.
Sumber: Detik.com