HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Mitos Emas 57 Ton Soekarno: Antara Warisan, Legenda, dan Manipulasi Sejarah

Mitos Emas 57 Ton Soekarno
Mitos Emas 57 Ton Soekarno

Jakarta, Juli 2025 – Selama puluhan tahun, sebuah cerita misterius terus menghantui jagat sejarah Indonesia: emas 57 ton milik Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, yang konon disimpan di bank-bank Swiss.

Narasi ini bahkan terus hidup dalam berbagai versi: dari teori warisan Mataram, konspirasi elite dunia, hingga klaim harta amanah internasional. Namun, benarkah cerita itu pernah nyata?

Kini, seiring hadirnya kembali kesaksian otentik dan telaah historis, teka-teki itu mulai menemui titik terang: semua itu hanyalah mitos—sebuah narasi penuh kabut yang tak berpijak pada fakta.

Legenda yang Tak Pernah Padam

Cerita mengenai emas Soekarno muncul berulang kali, bahkan menjadi bahan pembicaraan konspiratif yang menyulut imajinasi banyak orang. Tak sedikit yang mengaitkannya dengan nama-nama misterius seperti "Golden Share", "The Heritage Fund", bahkan "The Book of Maklumat Amanah".

Namun, penelusuran mendalam melalui wawancara Cindy Adams—jurnalis asal Amerika yang paling dekat dengan Soekarno—membantah itu semua.

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno justru menggambarkan hidupnya yang penuh kesederhanaan, bahkan kekurangan.

“Aku tak punya rumah, tak punya tanah. Aku hidup dari satu istana ke istana lain,” ucap Soekarno pada Cindy.

Soekarno bahkan disebut sempat meminta bantuan keuangan dari ajudan, dan memakai piyama robek saat kunjungan ke luar negeri.

Narasi yang Dimanfaatkan

Cerita emas 57 ton tidak sekadar mitos sejarah. Ia telah berkembang menjadi alat manipulatif. Dalam beberapa kasus, narasi ini digunakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk menipu masyarakat, menjanjikan pencairan dana triliunan rupiah dari "warisan Bung Karno".

Tak sedikit korban tertipu ikut “investasi” dalam skema-skema fiktif berkedok warisan nasional.

Guntur Soekarnoputra, anak sulung Bung Karno, menegaskan bahwa cerita tersebut tidak masuk akal secara historis maupun logistik.

“Kalau benar ada emas sebanyak itu, pasti Bung Karno dan keluarganya tidak hidup sesederhana itu,” ujarnya dalam sebuah opini di harian Media Indonesia, 2020.

Ia juga membantah keberadaan emas di bank Swiss, sebab tidak ada catatan resmi atau legalitas internasional yang mendukung klaim tersebut.

Sejarawan: Ini Bagian dari Imajinasi Kolektif

Menurut almarhum sejarawan Ong Hok Ham, cerita seperti ini tumbuh karena dua alasan: trauma masa lalu dan kebutuhan rakyat akan “pahlawan ekonomi”.

Dalam bukunya Kuasa dan Negara, ia menjelaskan bahwa mitos-mitos seperti ini muncul karena ada kerinduan terhadap figur pemimpin agung yang mampu menyelamatkan ekonomi rakyat dari keterpurukan.

“Bung Karno justru wafat dalam kondisi sakit dan kesepian, tanpa kekayaan pribadi,” kata Ong dalam salah satu tulisannya.

Mengapa Mitos Ini Sulit Mati?

Narasi ini begitu kuat karena memenuhi kebutuhan akan harapan. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, masyarakat cenderung mencari “jalan pintas” menuju kesejahteraan—dan mitos emas Soekarno menjadi simbol dari kemungkinan tersebut.

Menurut pengamat budaya dan psikologi publik, ini disebut sebagai survival myth—sebuah legenda yang diciptakan sebagai pelarian dari realita.

“Ketika ekonomi tidak berpihak, mitos menjadi pengganti logika,” ujar Damar Prakoso, dosen Psikologi Sosial Universitas Indonesia.

Penutup

Kisah emas 57 ton Bung Karno adalah satu dari sekian banyak legenda yang membaur antara nasionalisme, sejarah, dan kepentingan tertentu.

Namun dengan hadirnya bukti, kesaksian, dan telaah sejarah yang kuat, publik kini perlu lebih bijak memilah antara warisan sejarah dan cerita-cerita yang dikonstruksi untuk menyesatkan.

Karena pada akhirnya, membangun bangsa bukan dari emas yang tak pernah ada, tapi dari kesadaran dan kejujuran sejarah.

Posting Komentar
Tutup Iklan